Hidup, Jatuh, Bangkit atau Mati
Dalam seminggu ini sungguh banyak catatan kehidupan yang berharga. Berawal dari acara yang bertajuk Silaturahim keluarga FKIP semua dimulai. Selanjutnya …
Kondisi manusia, barangkali saya permudah dengan empat kata di atas dengan tambahan satu kata sambung. Banyak tafsir atas kata pertama hidup. Tetapi saya menafsirkan sebagai kehidupan itu sendiri beserta acessories yang dikenakannya. Kemudahan, rezeki, jodoh, dan segala kenikmatan yang seakan-akan tidak pernah berhenti dirasakan. Sampai terkadang melupakan itu semua akan terhenti atau lebih tepat dihentikan.
… dan akhirnya jatuh. Terkadang saya dan segelintir manusia yang sejenis atau bahkan hampir sebagian manusia mengira ini adalah akhir. Tetapi ternyata tidak, seperti layaknya anak kecil belajar sepeda, setelah roda tambahannya dicopot, setelah merasakan kenikmatan dan kemudahan naik sepeda dengan roda tambahan. Tentunya, sepeda itu akan melewati lobang, yang uniknya menyebabkan roda belakang tidak bisa berjalan, karena tergantung di antara dua roda tambahannya. Si anak yang belajar bersepeda, datang merengek kepada bapaknya … dicopotlah roda tambahan. Si anak pun melanjutkan mengayuh. Namun ia lupa kemudahan telah diambil, kenikmatan telah dipindahkan. Maka jatuhlah ia … berakhirlah keriangan bersepeda … semuanya seakan berakhir. Hari-hari berikutnya ia main tanpa sepeda, ngambek, atau barangkali masih kesakitan. Inilah jatuh, tetapi ini bukan akhir.
Hebatnya Sang Pencipta, membuat machine learning bekerja pada otak manusia. Ternyata logika pemilihan, ada proses yang menarik, yang unik, dan semakin cepat berproses jika terlatih. Opsi yang diberikan pun sebenarnya sederhana “Bangkit atau Mati”. Barangkali ini seperti bahasa orang di pantai London Utara, terlalu ekstrem dan kasar. Opsi ini bukan kata-kata orator hebat, dan secara bahasa logika matematika bukan sesuatu yang layak diperbandingkan. Tetapi itulah proses dan jalan manusia, terkadang tidak sesuai dengan pikiran banyak orang. Kembali pada opsi, setelah jatuh … setelah semua seakan berakhir … seakan ada tembok besar di depan. Hanya ada dua pilihan bangkit, mulai lagi, dan panjat tembok besarnya atau berhenti dibelakang tembok sampai mati.
Tetapi, … perlu diingat tidak semua orang bangkit tidak mati, oleh karena itu saya menggunakan kata sambung “atau”. Bisa jadi kita sudah bangkit, kita sudah mulai berfikir untuk memanjat dinding atau bahkan kita sudah mulai memanjat. Tetap saja kita bisa jatuh lagi, … bangkit lagi … jatuh lagi … sampai pada proses itu membentur kondisi yang menghentikan perulangan ini. Kondisi inilah misteri, ia machine learning yang sempurna, atau lebih tepatnyacore code of our brain. Kok bisa?
Silakan berfikir … pasti anda akan bersyukur … Alhamdulillah